Cari

Piramida Gunung Padang Cilacap, Purworejo dan Cianjur - Temukan Cara Pandang Baru Bumi Nusantara


Leluhur Austronesia mengamati lautan
Sejak penelitian Situs Megalitik "Piramida" Gunung Padang Cianjur, kita sangat bersemangat menguak sejarah Nusantara. Kontroversi dan skeptistik dari beberapa orang, bahkan kalangan ahli dan peneliti pun berseliweran di berbagai media. Begitu pun di media sosial.


Bahkan ada pernyataan bahwa di Nusantara TIDAK ADA piramida! Benarkah tidak ada piramida di Nusantara? ah kita malah membuat lagi polemik. diakatakan seorang ahli bahwa di Nusantara hanya ada

Piramida/piramid
Baiklah, kita lihat apa definisi piramida dan apa itu punden berundak. Piramid atau piramida adalah konstruksi bangunan yang sudah digunakan sejak lama oleh bangsa Mesir kuno maupun bangsa Maya, digunakan sebagai makam raja-raja masa dahulu serta sarana ibadah (pemujaan).
Piramida di Mesir
Piramid dibagi dalam: STEP PIRAMID dan TRUE PIRAMID. Sedangkan Step Piramid (piramida tangga) dan True Piramid (piramida sungguhan) adalah murni bangunan yang berbentuk piramid. Beda antara keduanya, adalah, step piramid memiliki beberapa lapisan batu sehingga membentuk seperti tangga.

Baik Step Piramid maupun True Piramid biasanya dibangun untuk makam raja dan bangsawan (di Mesir dan China). Bangunan-bangunan suku-suku amerika kuno juga banyak yang termasuk kategori step piramid, namun biasanya digunakan untuk ritual peribadatan (sumber: versesofuniverse).

Step piramida atau piramida tangga merupakan struktur arsitektur yang menggunakan platform datar, atau lapisan-lapisan yang semakin mengecil keatas, untuk mencapai bentuk mirip dengan piramida geometris. Step piramid merupakan struktur yang muncul pada beberapa kebudayaan di sepanjang sejarah, di beberapa lokasi di seluruh dunia. Step Piramida biasanya besar dan terbuat dari beberapa lapisan batu. Istilah ini mengacu pada desain piramida serupa yang muncul terpisah dari satu sama lain, karena tidak ada koneksi yang mapan antara peradaban yang berbeda yang membangun mereka.

Punden Berundak
Kata "pundèn" (atau pundian) berasal dari bahasa Jawa. Kata pepundèn yang berarti "objek-objek pemujaan" mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak gunung). Istilah punden berundak menegaskan fungsi pemujaan/penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya.
Punden Berundak Pugungraharjo, kecamatan Jabung,
kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung
Sementara Punden berundak atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur ini kerap ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara (sumber: wikipedia).

Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia, meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur, Candi Ceto, dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri.

Adalagi ciri khas Nusantara adalah kabuyutan. Kabuyutan tersebar di tatar Sunda.

Kabuyutan
Istilah Kabuyutan dalam agama Sunda setidaknya sudah ada pada awal abad ke-11 M. Prasasti Sanghyang Tapak yang dibuat kira-kira tahun 1006-1016 M, menerangkan bahwa Prabu Sri Jayabupati (selaku Raja Sunda) sudah menetapkan sebagian dari wilayah walungan Sanghyang Tapak (ketika itu) selaku kabuyutan, yaitu tempat yang mempunyai pantangan yang harus dituruti oleh semua rakyatnya.
Kabutuyan Lebak, Gunung Halimun Bogor, Jawa Barat
Foto: tribun
Istilah ini terbentuk dari kata dasar buyut. Adapun kata buyut mengandung dua arti. Pertama, turunan keempat (anak dari cucu) atau leluhur keempat (orang tua dari nenek dan kakek). Kedua, pantangan atau tabu alias cadu atau pamali.

Ada kalanya kabuyutan berfungsi sebagai kata sifat. Kata ini mengandung konotasi pada pertautan antargenerasi, bentangan waktu yang panjang, dan hal-ihwal yang dianggap keramat atau suci. Benda-benda tertentu, peninggalan para leluhur kerap dianggap kabuyutan, misalnya goong kabuyutan. Adapun satru kabuyutan alias musuh kabuyutan berarti musuh yang turun-temurun, dan sukar berakhir.

Kata ini juga bisa berfungsi sebagai kata benda. Dalam hal ini, arti kabuyutan merujuk pada tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral. Wujudnya bisa berupa bangunan, tapi bisa juga berupa lahan terbuka yang ditumbuhi pepohonan. Wilayah Kanekes di Kecamatan Leuwidamar, Banten, adalah salah satu contoh kabuyutan.

Sebagai kata benda, kabuyutan punya arti yang lebih spesifik, yakni tempat pendeta atau pujangga dahulu kala bekerja, atau tempat kegiatan religius. Di kabuyutanlah orang-orang terpelajar itu menulis naskah, mengajarkan ilmu agama, atau memanjatkan doa.

Sebagai tempat kegiatan religius, kabuyutan kiranya memperlihatkan salah satu jejak kebudayaan Sundayana di tatar Parahyangan. Kadang-kadang tempat tersebut disebut pula mandala.

Bagi para filolog, kabuyutan cenderung diartikan sebagai skriptorium, yaitu tempat membuat dan menyimpan naskah. Kabuyutan Ciburuy, di kaki Gunung Cikuray, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, adalah salah satu contohnya. Kabuyutan ini terletak lebih kurang 20 km di sebelah selatan Kota Garut.

"Piramida" Nusantara
Mencermati penjelasan di atas, bahwa Nusantara memiliki budaya sendiri dalam bangunan keagamaan dan kebudayaan yang bercirikan Austronesia. Punden berundak atau kabuyutan adalah ciri utama budaya Nusantara, yang mungkin bisa dianalogikan sebagai Piramida. Alasannya, peneliti Barat (asing) tentu akan enyebut sebagai piramida ketimbang punden berundak.

Baik... kita anggap selesai dalam penggunaan istilah. Mari kita lihat beberapa kemiripan budaya di pasifik yang berbahasa Austronesia. Berikut beberapa foto piramida (menurut peneliti Amerika Serikat, Inggris dan Australia) yang ada di pasifik.
Struktur bangunan batu yang dijadikan pondasi bangunan suci di Polinesia
Mungkin juga sama di Nusantara
Peneliti Univercity of Hawaii, Braay V Rollaet, Phd
menunjukan batuan struktur piramida di polinesia struktur ang mirip dengan piramida di Nusantara
Peneliti menggambar beginilah fungsi piramida di polinesia
strukturnya mirip sekali piramida di Nusantara

Mengubah paradigma
Saatnya kita mengubah paradigma -cara pandang baru terhadap situs-situs budaya kita sendiri. Perdebatan ada tidaknya piramida di Nusantara harus dihentikan. tapi adanya punden berundak yang diakui oleh peneliti asing, menunjukkan bahwa ada bangunan tersebut. Dan kita sepakat menggunakan istilah peneliti asing bahwa bangunan seperti itu disebut piramida.

Punden Berundak pada zaman megalitik selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal.

Paradigma baru mengenai struktur bangunan
Sebagai budaya asli buatan nenek moyang Indonesia, punden berundak tetap dipertahankan keberadaanya oleh nenek moyang kita. Meskipun saat agama Hindu-Budha datang membawa paham ke-Tuhanan yang berbeda, punden berundak masih tetap digunakan dalam pembangunan tempat ibadah berupa candi seperti Candi Borobudur. Borobudur juga termasuk punden berundak, karena hanya mengubah bentang lahan bukit kemudian menutupinya dengan batu-batu. Hal inilah yang membuat candi-candi di Indonesia memilki ciri khas yang unik. Khusus untuk peninggalan zaman Hindu-Budha, kita menyebutnya Candi.

Paradigma baru mengenai keagamaan Nusantara
Peninggalan struktuktur bangunan besar seperti candi adalah berkaitan dengan agama Hindu-Budha. juga tak lepas dari unsur budaya asli Nusantara.

Leluhur kita yang melakukan "Bid'ah" agama. Meminjam istilah Arab, bid'ah, yaitu menambah-nambah aturan ritual keagaaman dengan unsur di luarnya. Meskipun leluhur kita beragama Hindu atau Budha, mereka memercayainya dan menyembah arwah para leluhur. Berbeda sekali dengan konsepsi agama Hindu dan Budha. Coba perhatikan di India, agama Hindu India hanya menyembah Dewa-Dewi sebagai Tuhan, bukan leluhur. Tak aneh kiranya jika peneliti asing menyebut agama asli kita animisme dan dinamisme. itu hanya pengelompokan/klasifikasi peneliti saja untuk memudahkan kodifikasi dan publikasi hasil penelitian.

Paradigme baru mengenai sesembahan terhadap Arca, batu atau pohon
Dalam budaya Nusantara pra-Hindu dan Budha, leluhur kita menyembah para leluhur. Personifikasi sesembahan tak selalu melalui benda-benda nya seperti arca (patung). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ritual keagaaman purba Nusantara berupa ritual-ritual di punden berundah dengan adanya sesajian (sesajen), kemenyan (dupa) dan pengorbanan (hewan, hasil bumi atau bahkan manusia).

Fakta Piramida Nusantara
Ditemukannya piramida gunung padang Cianjur (sudah diakui) adalah awal menguak misteri leluhur Nusantara. Situs piramida purworejo, cilacap, aceh dan akan banyak lagi temuan serupa di Nusantara. Berikut dokumentasi foto piramida nusantara:


Piramida Aceh

Piramida Purworejo

Struktur batu piramida purworejo 

Piramida Gunung Padang Cianjur
piramida gunung padang cilacap

sambungan batu 'tetris" piramida gunung padang cilacap
Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada para peneliti kepurbakaan dari pemerintah, ada baiknya saudara-saudara Nusantara mencari tahu secara swadaya dengan melakukan penelitian pendahuluan. Bila ditemukan bukti-bukti menarik, akan "memaksa" pemerintah kita menurunkan timnya dalam mengekskavasi situs bersejarah "Piramida Nusantara".

Saya salut dengan upaya pendahuluan dari Majelis Rakyat Cilacap (MRC) meneliti situs piramida di wilayahnya secara swakarsa dan swadaya. Salut

Baca juga;

  1. Situs Mirip Piramida Ditemukan di Purworejo
  2. Situs Mirip Piramida di Purworejo Bukan Situs Arkeologi
  3. Situs Ä€rahurahu Marae mirip Piramida Gunung Padang
  4. Piramida Gunung Padang berusia 25000 tahun?
  5. Piramida Gunung Padang Bukan Peninggalan Orang Sunda


Mugia Sagung Dumadi
Rahayu....

.
Baca Juga

Sponsor