Cari

Mandala Pasir Batang dan Kerajaan Pasir Batang | Berlokasi di Jawa Tengah atau Jawa Barat?

Purbararang-Purbasari Nadhia Twitter
[Historiana] - Mandala Pasir Batang keberadaannya disebut dalam Naskah Sunda Kuno (NKS). Demikian disampaikan Undang A Darsa peneliti Ke-Sunda-an.

Kerajaan Pasir Batng berkaitan dengan Legenda Lutung Kasarung yang kisahnya disampaikan secara turun temurun. Sebaran kisah ini mulai dari Banyumasan Jawa Tengah, Priangan Jawa Barat Hingga Banten.


Lokasi Mandala Pasirbatang (Pasir Batang) diperkirakan di Berada di Kecamatan Karanglewas Kab Banyumas, Jawa Tengah. Mandala ini termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan.

Bila kita anggap bahwa Kerajaan atau Mandala Pasir Batang di Jawa Barat, mestinya tidak hanya dianggap berada di Manonjaya Tasimalaya saja. Di Sumedang juga terdapat nama desa Pasir Batang. Adapula yang menyebutkan berlokasi di Desa Pasirbatang Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Demikian pula di Kuningan (lereng Gunung Ciremai), di Subang, Purwakarta dan lainnya.

Sejarah tertulis mengenai Sunda di tatar pasundan sangat sulit ditemukan. Sebagian besar telah musah karena revolusi keagamaan serta masyarakat Sunda yang kurang 'welcome' jika ada pihak yang menelusuri sejarah pra-Islam. Ini pengalaman kami dari Komara Sunda Bandung (Komara = Komunitas Masyarakat Arkeologi Sunda).

Naskah Perjalanan Bujangga Manik, menyebutkan adanya Mandala atau Kerajaan Pasir Batang.
Itu Gunung Pamrehan,
penopang Pasir Batang.
Menurut catatan Perjalanan Bujangga Manik di atas, lokasi Kerajaan Pasir Batang harus berdekatan dengan Gunung Pamrehan. Bujangga Manik menceritakan bahwa Gunung Pamrehan merupakan penopang atau perbatasan dari negeri Pasir batang. Bujangga Manik sebenarnya memberi suatu info yang sangat menarik yang tidak banyak dikaji oleh sejarawan sunda sekalipun.

Tentang negeri Pasir batang sendiri banyak diceritakan dalam cerita Rakyat dan juga cerita Pantun, yang mungkin ada hubungannya dengan Negeri Pasir Batang yang diungkapkan oleh bujangga Manik. Bujangga Manik telah memberi keterangan yang jelas tentang batasan negeri ini, yaitu Gunung Pamrehan. Tentang gunung ini masih dalam pencarian penulis di mana sebenarnya lokasi nya. J Noordyun dan A Teeuw dalam buku "Tiga Pesona Sunda Kuna" pun tidak menerangkan tentang Gunung Pamrehan ini.

Meskipun kisah dalam cerita pantun tentang Pasir Batang itu hanya sepengggal penggal, yang sebenarnya tidak mencerminkan secara jelas dari suatu negeri yang mungkin  berdiri ratusan tahun. Tetapi setidaknya,  terdapat benang merah meskipun hanya sedikit, yang menyatakan bahwa negeri ini sebenarnya ada dalam peradaban sunda, bukan hanya cerita dongeng belaka. Meskipun mungkin kebenaran dari kisah kisah patun tersebut masih perlu dikaji.

Babad Pasir Luhur dan Silsilah Pasir Luhur dari Banyumas

Kerajaan Pasir Luhur / Kadipaten Pasir Luhur dinyatakan sebagai kerajaan Galuh yang merdeka karena tidak dibawah kekuasaan kerajaan lain baik Sunda (Pajajaran) maupun Majapahit. Pasir luhur dan Pajajaran terdapat hubungan kekerabatan, Pasir Luhur berada di posisi lebih tua dibandingkan dengan Pajajaran. Sejarah mengenai Babad Pasir Luhur dan Silsilanya ada 21 Versi Babad Pasir yang masih bertahan namun banyak teks Babad Pasir Luhur yang hilang, rusak atau tidak lolos seleksi alam karena tidak terpelihara dengan baik, tidak mendapat tanggapan pembaca, dan tidak disalin ulang. Pelacakan kembali terhadap teks-teks Babad Pasir Luhur dari berbagai scriptoria akan menambah khasanah karya-karya historiografi tradisional dari masyarakat Banyumas.

Konon Pasir Luhur wilayahnya mulai dari Gunung Sindoro Sumbing sebagai batas sebelah timur sampai dengan Sungai Citarum sebagai batas sebelah barat. Dan bukti sejarahnya termuat dalam Versi Tembang dan Gancaran (prosa-prosa)

Versi Tembang
Versi Pertama adalah Versi Knebel yang meliputi tiga teks  yang pernah diterbitkan oleh Knebel 1900, 1931, dan 1961. Versi Pertama tersimpan di Perpusakaan Fakultas Sastra, Universitas Leiden.

Versi Kedua adalah Versi Hardjana (1985) yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Dan versi-versi lainnya.

Versi Gancaran
Versi Gancaran atau Prosa meliputi empat Versi, yaitu (1)  Versi Kedhungrandhu, dengan judul Babad Pasir Luhur, (2) Versi Wigno A dengan judul Babad Pasir (Raden Kamandaka), (3) Versi Wigno B dengan judul Lajang Raden Kamandaka ija Lutung Kasarung, dan (4) Versi Kartosoedirdjo dengan judul Babad Noesa Tembini.

Silsilah Pasir luhur awal tidak ditemukan dalam teks Babad Pasir yang berbentuk tembang seperti yang dipublikasikan oleh Knebel (1900, 1931, & 1961), Teks Knebel hanya menyebutkan Arya Bangah (Harianga Banga) sebagai Tokoh yang dituakan. Arya Bangah adalah putra Raja Pajajaran yang ditempatkan sebagai Raja Galuh (Djajadiningrat, 1983). Arya Bangah menjadi Raja Galuh diawali sengketa dengan adiknya Ciung Wanara , sengketa itu diakhiri dengan Perdamaian, Ciung Wanara pergi kebarat sambil berpantun, sedangkan Arya Bangah ke timur sambil menembang (Ekadjati, 1995:5). Peristiwa perdamaian ini merupakan asal usul terpisahnya orang Sunda dan Jawa (Rosidi, 1984 : 143), Arya Bangah dalam Teks Babad Pasir disebut Raja Galuh dan menjadi nenek moyang Adipati Pasir. Kerajaan Pasir atau Pasirluhur merupakan kelanjutan dari Kerajaan Galuh Purba Atau Mataram Kuna Awal (Priyadi, 2001a:51).

Nama Banyak Catra yang sangat dikenal para pembaca Teks Babad Pasir juga dikenal dalam masyarakat sunda dan disebut sebagai salah satu pantun terpenting dalam Teks Sunda  Kuna Sanghyang Siksa Kanda Ing Karesian yang berasal dari tahun 1518 Masehi , yaitu Langgalarang, Banyak Catra, Siliwangi, dan Haturwangi.

Konon ceritanya Raden Banyak Catra Putra Mahkota Raja Pajajaran belum mau menjadi Raja menggantikan Ayahnya bila belum menemukan Istri untuk dijadikan Permaisuri yang mirip dengan ibunya. Kemudian dia melakukan perjalanan dengan istilah Ngaman Daka yaitu berjalan seorang diri dengan tidak menyertakan prajurit dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Sehingga dikenal dengan nama Kamandaka. Sampailah dia di Kadipaten Pasir Luhur dan singkat cerita bertemu dengan Dewi Ciptarasa Putri Bungsu Adipati Kandha Daha yang berparas mirip sekali dengan ibu Raden Banyak Catra. Raden Banyak Catra tertarik mendekati Dwi Cipta Rasa untuk dipinang sebagi istrinya. Disinilah Cerita Legenda Lutung Kasarung.

Sejarah atau Legenda Lutung Kasarung

Legenda Lutung Kasarung juga menyebut nama Pasir Batang yaitu Kerajaan Pasir Batang. erajaan Pasir Batang dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Tapa Agung. Sang Raja bijaksana dan permaisuri memiliki tujuh orang putri yaitu Purbararang, Purbararang, Purbamanik, Purbaleuwih, Purbaendah, Purbakencana, Purbadewata, dan Purbasari.

Konon, Purba Rarang menjadi ratu dari Kerajaan Pasir Batang. Keadaan berubah 180 derajat. Ia memimpin secara kejam. Purbararang memimpin Pasir Batang bersama Indrajaya.


Purbasari Kembali Mengambil Tahta Kerajaan Pasir Batang

Semua orang ditempat tersebut terperanjat kaget. Pangeran Guruminda lantas menjelaskan bahwa ia adalah Pangeran Guruminda dari Kahyangan. Ia sengaja turun ke bumi menyamar sebagai Lutung Kasarung. Ia juga mengatakan bahwa Ratu Kerajaan Pasir Batang sebenarnya adalah Ratu Purbasari. Akhirnya Ratu Purbararang mengaku telah kalah dalam taruhan tersebut. Dengan Demikian, Ratu Purbararang harus menyerahkan tahta kerajaan pada Purbasari.

Tidak ada pilihan lain bagi Purbararang selain menyerahkan tahta kerajaan pada Purbasari. Ia meminta maaf atas semua kesalahannya. Ratu Purbasari memaafkan kesalahan kakak sulungnya. Tidak lama kemudian Ratu Purbasari menikah dengan Pangeran Guruminda. Rakyat Kerajaan Pasir Batang kini hidup dalam damai karena dipimpin oleh Ratu Purbasari adil bijaksana.

Dalam Islam, Manusia dikutuk Jadi Monyet. Kisah manusia yang dikutuk menjadi monyet tersebut dinilai oleh kita sebagai sebuah fakta sejarah. Mungkinkah Lutung Kasarung juga adalah sebuah fakta? Wallahualam.

Cag


Referensi


  1. banyumaskab.go.id,. "Sejarah dan Asal Usul Desa / Cerita Rakyat: Babad Pasir Luhur dan Silsilah Pasir Luhur & Pasir Batang" Diakses 21 April 2018
  2. Djajadiningrat, Hoesein. 1983. "Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten: sumbangan bagi pengenalan sifat-sifat penulisan sejarah Jawa". Jakarta: Djambatan
  3. Ekajati, Edi Suhardi. 1981. "Keadaan Naskah Sunda Dewasa Ini". Analisis Kebudayaan. III. No.2.
  4. _______________. 1995. "Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah)". Jakarta: J.B. Wolters-Groningen.
  5. Atja & Saleh Danasasmita, 1981. "Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (Naskah Sunda Kuno Tahun 1518 Masehi)". Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.
  6. Noorduyn, J. 1982. "Bujangga Manik's Hourneys Through Java: Topographical Data from an Old Sundanese Souce." Bigragen Koninklijk instituut voor Taal-, Land-, en vol-kekunde, deel 138, 4e.
  7. Priyadi, Sugeng. 1991. "Babad Banyumas Kalibening." Laporan Penelitian. Purwokerto: IKIP Muhammadiyah Purwokerto.
  8. ____________. 1995. "Tedhakan Serat Babad Banyumas: Suntingan Teks, Terjemahan, dan Fungsi Geneologi dalam Kerangka Struktur Naratif." Thesis S-2. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
  9. ____________. 2001a. "Makna Pantangan Sabtu Pahing." Yogyakarta: Kaliwangi Offset.
  10. Hardjana, H.P. 1985. "Raden Kamandaka". Jakarta: PN. Balai Pustaka.
  11. Kamajaya, Karkono. 1986. "Serat Centini". Latin. Jilid II. Yogyakarta: Yayasan Centini.
  12. Knebel, J. 1900. "Babad Pasir, Volgens een Banjoemaasch Handschrift beschreven." Verhandelingen van het Koninklijk Bataviaasch Genootschappen van Kunsten en Wetenschappen, deel LI: 1-155.
  13. _______. 1931. "Raden Kamandaka." Batavia: Bale Pustaka.
  14. _______. 1961. "Raden Kamandaka Roman Sedjarah Mawi Sekar." Djakarta: Balai Pustaka.
Baca Juga

Sponsor