Cari

Mandala Purwakerta: Mandala Sunda di Jawa Tengah - Bawahan Kerajaan Tarumanagara

[Historiana] - Masih dalam bahasan mandala-mandala Sunda. Kemandalaan adalah kata benda untuk Mandala yang berarti tempat suci sekaligus kawasan perdikan yang memiliki kewenangan khusus di bidang keagamaan. Sebagian masyarakat di tatar Sunda menyamakan Mandala dengan Kabuyutan. Mandala Purwakerta termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan.

Mandala adalah tempat suci dan tempat mempelajari ilmu keagamaan dalam agama Jati Sunda dan dipimpin oleh seorang Resi Guru. Didalamnya terdapat aktivitas lain selain keagamaan, misalnya pertanian dan perniagaan juga dijaga keamanannya dengan prajurit pengamanan Mandala. Oleh karenanya, bagi cara pandang Barat Mandala juga dianggap sebagai Kerajaan. Pembedanya adalah pola hubungan yang longgar di Mandala, tidak seperti cara pandang Barat dan China yang menghadirkan pola hubungan Client-Patron, dominasi atas kepada wilayah bawahannya.

Mandala Purwakerta, dalam pengertian politis dapat dikatakan sebagai Kerajaan dengan pemimpinnya disebut Raja Mandala. Mandala Purwakerta menjadi bawahan kerajaan Tarumanagara.

Lokasi Mandala atau Kerajaan Purwakerta

Keberadaannya diidentifikasi di Purwokerto Jawa Tengah. Mandala ini juga disebut sebagai kabuyutan Sunda. Kok bisa di Jawa tengah? Sunda dalam artian ini bukan saja berkenaan dengan etnis atau kesukuan, tetapi sebagai sebuah ageman atau pola hidup kebudayaan.

Istilah Sunda dalam catatan masa lalu diterapkan untuk menyebutkan suatu kawasan, atau gugusan kepulauan yang terletak diwilayah lautan Hindia Sebelah Barat (Sunda besar dan Sunda kecil), bahkan istilah Sunda digunakan untuk me nunjukan gugusan kepulauan tersebut didalam peta dunia, kecuali di Indonesia. Istilah Sunda ditemukan pula di dalam prasasti dan naskah sejarah, digunakan untuk menyebutkan batas budaya dan kerajaan, bahkan bukan hanya terbatas di dalam yuridiksi pemerintahan Jawa Barat saat ini, melainkan jauh kewilayah Jawa Tengah, didalam Catatan Bujangga Manik (abad ke-16) disebut Tungtung Sunda.

Istilah Tarumanagara dimungkinkan diterapkan untuk nama kerajaan Sunda yang berada di tepi kali Citarum. Menurut beberapa versi, istilah Sunda digunakan ketika Ibukota Tarumanagara dipindahkan ke wilayah Bogor. Jika saja ada kaitannya antara Tarumanagara dengan Salakanagara, kemungkinan besar istilah Sunda juga sudah digunakan untuk nama kerajaan daerah atau jejak budaya manusia yang ada di dataran Sunda.


Purwakerta atau purwokerto menjadi bagian Galuh dan Tarumanagara. Kerajaan Galuh Purba bertahan hingga abad ke-6 M dengan wilayah kekuasaan yang meliputi daerah Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.

Berdasarkan prasasti Bogor, pamor kerajaan Galuh Purba sempat mengalami penurunan saat Dinasti Syailendra, di Jawa Tengah, mulai berkembang. Pusat kota Kerajaan Galuh Purba sempat dipindah ke Kawali (dekat Garut). Di sini, kerajaan pertama di Jawa Tengah itu mengganti namanya menjadi Kerajaan Galuh Kawali. Inilah zaman kemunduran Kerajaan Galuh Purba.

Pada saat itu, di wilayah timur berkembang Kerajaan Kalingga yang konon merupakan kelanjutan dari Kerajaan Galuh Kalingga, sebuah Kerajaan di wilayah Galuh Purba.

Sedangkan di wilayah barat berkembang Kerajaan Tarumanegara yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Salakanegara. Pada saat Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali berada di bawah Kerajaan Tarumanegara.

Mandala-mandala yang berada di Jawa Tengah juga tercatat sebagai bawahan Tarumanagara (sebelum pecah menjadi Galuh dan Sunda). Diantaranya Mandala Purwalingga dan Mandala Purwanagara.

Asal usul Purwakerta
Menurut bahasa Sunda kuno atau Jawa Kuno, kata Purwakerta berasal dari kata "Purwa" dan "Kerta". Purwa berarti pertama atau awal dan Kerta atau kreta berarti makmur atau kaya. Dengan demikian, Purwakerta dapat diartikan sebagai Awal kemakmuran. Purwakerta dalam pelafalannya menjadi Purwokerto.

Sementara menurut banjoemas.com, Poerwakerta atau Purwakerta; "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepan sungai Serayu "Purwacarita" bermakna "permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa"  yang dalam bahasa Jawa-Kawi bermakna "kesejahteraan" atau lengkapnya menjadi "Permulaan kesejahetraan".

Purwakerta, prakerta atau purwokerto dianggap sebagai nama yang menunjuk kota yang sama. Bahasa Banyumas itu berasal dari bahasa Jawa Kuna jadi semua huruf a ucapannya ya a. Banyumas termasuk mancanegari, beda dengan bahasa negarigung, bahasa kraton, a diucapkan o. Punika diucap puniko. Yang unik, orang Banyumas gemar menyingkat kata, misal Cilacap jadi Tlacap, Purbalingga jadi Braling, Banjarnegara diucap menjadi Banjar saja. Demikian pula Purwokerto dieja menjadi Prakerta.

Di Desa Arcawinangun Kecamatan Purwokerto Timur, di pinggir Kali Pelus ada petilasan berupa tumpukan batu yang menyerupai bekas candi. Konon, itu adalah makam Kyai Kerta. Warga sekitar lalu menamainya Makam Astana Dhuwur Mbah Kerta. Menurut catatan sejarah, reruntuhan itu adalah warisan dari Kadipaten Pasirluhur. Di jaman Belanda, batu-batu yang berserakan di sekitar makam itu dijadikan  pondasi Kali Pelus.

Batu Arca: Adanya dugaan batu nisan yang dikenal sebagai
Makam Astana Duwur Ki Karta di Desa Arcawinangun,
Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
foto: ki-demang.com
Menurut catatan peneliti sejarah Banyumas, Purwokerto itu berasal dari kombinasi nama kerajaan di pinggir Kali Serayu Purwacarita dan ibukota Kadipaten Pasirluhur Kertawibawa. Perpaduan nama Purwacarita dan Kertawibawa lalu menjadi Purwa Kerta. Dari catatan peneliti dan pemerhati sejarah Banyumas, dokter Soedarmadji, sebenarnya ibukota Kadipaten Ajibarang. Berhubung  Ajibarang sering dipora-pondakan oleh bencana angin buting beliung maka ibukota dipindah ke Purwokerto.

Adipati Mertadireja II bisa disebut sebagai pendiri Kota Purwokerto yaitu pada tanggal 6 Oktober 1832, pusat Kota Purwokerto di desa Peguwon di sekitar Kali Pelus. Namun sayang ibukota Kadipaten Ajibarang umurnya hanya empat tahun. pada 1 januari 1836 Kadipaten Purwokerto digabung dengan Kadipaten Ajibarang dengan ibukotanya di Kota Banyumas.

"Prakerta, Purwa Kerta apa Purwokerto, kabeh ya bener!" 

Referensi

  1. "Asal Mula Purwokerto, Ibu Kota Kabupaten Banyumas" Kompasiana.com Diakses 29 April 2018
  2. "Kota Purwakerta (Poerwokerto)" banjoemas.com Diakses 29 April 2018
  3. Meinsma, Johannes Jacobus. 1941. "Babad tanah Djawi". Editors, Johannes Jacobus Meinsma, W. L. Olthof. Publisher, M. Nijhof
  4. Poerbatjaraka, Prof. Dr. R. M. Ng. "Kapustakaan Djawi"  ;  Jakarta  ;  Djambatan  ; 1964 = cetakan ke 4 ( Agustus 1957 = catakan ke 3 , Desember 1953 = cetakan ke 2 , Desember 1952 = cetakan pertama. Edisi ebook: bahasa Jawa Wayangpustaka.wordpress
  5. Pleyte, C. M. 1913. "De Patapan Adjar Soeka Resi, Andersgezegd; Kluizenarij op den Goenoeng Padang. Tweede Bijdrage tot de Kenis van het Oude Soenda." Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde 55: 321-428.
  6. Noorduyn, J. 1982. "Bujangga Manik’s Journeys Through Java: Topographical Data from an Old Sundanese Source". Bijdragen tot de Taal,- Land- en Volkenkunde 138: 413-442
  7. Iskandar, Drs. Yoseph. 1997. "Sejarah Jawa Barat(Yuganing Rajakawasa)". Bandung: Penerbit: Geger Sunten
  8. Uhlenbeck, E. M., 1964. "A critical survey of studies on the languages of Java and Madura".  Volume 7 of Bibliographical series Volume 7 of Kroninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde ; Bibliographical series. Publisher: Martinus Nijhoff.
Baca Juga

Sponsor