Cari

Mandala Sagarapasir dan Kerajaan Sagarapasir Bekasi

Ilustrasi Bhuvaneswari Temple di tepi Sungai Gomati India
Tercatat Selamatan Sungai Bhagasasi dan Gomati
Oleh Raja Purnawarman. Foto: travelladda.com
[Historiana] - Mandala Sagarapasir berlokasi di Chandrabhaga atau Bhagasasih yang sekarang kita kenal sebagai Kota bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kerajaan ini tercatat sebagai bawahan Tarumanagara. Keberadaannya diidentifikasi lebih dahulu eksis daripada Tarumanagara. Mandala ini termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan.

Mandala Sagarapasir adalah 1 dari 73 Mandala yang ada di Tatar Pasundan. Mandala seringkali dipersamakan dengan Kabuyutan. Hal ini menjadi pandangan masyarakat awam, karena keduanya memiliki kesamaan yaitu tempat mengaji ilmu pengetahuan agama dan tuntutnan kehidupan (perdikan). Di tatar Pasundan terdapat 800 kabuyutan.

Keberadaan Mandala ini diketahui dengan adanya peninggalan Hunian Buni dari peradaban Buni di Bekasi. Situs Buni adalah kompleks pemakaman resi. Maka tidak mengherankan, jika sampai saat ini warga masih mudah menemukan sejumlah benda-benda purbakala, seperti manik-manik, mata tombak, perhiasan, dan tulang belulang. Bahkan, pada tahun 1950 - 1980an, Situs Buni menjadi "Surga" bagi para pemburu harta karun.


Makna Politik Mandala

Dalam pengertian historis, sosial dan politik, istilah "mandala" juga digunakan untuk menunjukkan formasi politik tradisional Asia Tenggara (seperti federasi kerajaan atau negara-negara yang dilecehkan). Ini diadopsi oleh para sejarawan Barat abad ke-20 dari wacana politik India kuno sebagai sarana untuk menghindari istilah 'negara' dalam pengertian konvensional. Tidak hanya negara-negara Asia Tenggara yang tidak sesuai dengan pandangan Cina dan Eropa tentang negara yang ditetapkan secara teritorial dengan perbatasan tetap dan aparatur birokrasi, tetapi mereka berbeda jauh dalam arah yang berlawanan: pemerintahan didefinisikan oleh pusatnya daripada batas-batasnya, dan itu bisa tersusun dari banyak pemerintahan jajahan lainnya tanpa mengalami integrasi administratif. Kerajaan seperti Bagan, Ayutthaya, Champa, Khmer, Sriwijaya dan Majapahit dikenal sebagai "mandala" dalam pengertian ini

"Rajamandala" (atau "Raja-mandala"; lingkaran negara) dirumuskan oleh penulis India Kautilya dalam karyanya tentang politik, Arthashastra (ditulis antara abad ke-4 dan abad ke-2 SM). Ini menggambarkan lingkaran negara sahabat dan musuh yang mengelilingi negara raja.


Sejarawan Betawi Ridwan Saidi mengatakan peninggalan tersebut sebagai bukti keberadaan Kerajaan Sagarapasir di Bekasi. Usianya lebih tua dari Tarumanagara. Adanya pernyataan Kerajaan Sagarapasir sebagai bawahan Tarumanagara, menunjukan bahwa pada masa kerajaan Sagarapasir masih eksis selama masa Kerajaan Tarumanagara. Menurut Masyarakat Bekasi Utara, keberadaan Kerajaan Sagarapasir telah eksis pada abad ke-2 Masehi. Sedang kerajaan Tarumanegara berdiri 393-695 Masehi.

Tarumanegara merupakan kerajaan yang gemar melakukan peperangan dengan menduduki kerajaan-kerajaan kecil untuk mengambil keuntungan. Keberadaan Tarumanegara di Segara Pasir, lanjutnya, hanya mendirikan semacam pangkalan militer untuk menarik upeti atau pajak dari setiap transaksi perdagangan dan kekayaan alamnya.

Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalannya kata Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam pengucapannya sering disingkat Bhagasi, dan karena pengaruh bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.

Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh) prasasti yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja Purnawarman, yakni : Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (ke enam prasasti ini ada di Daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (Prasasti Cidangiang).

Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi : ..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara.

Mandala Sagarapasir sebagai Kerajaan Sagarapasir

Dalam budaya Sunda kuno dikenal istilah "Rajamandala" yaitu para Rajaresi yang memimpin suatu Mandala. Kamandalaan di tatar Pasundan adalah tempat suci dan tempat mempelajari ilmu keagamaan dalam agama Jati Sunda dan dipimpin oleh seorang Resi Guru. Kabuyutan berasaldari bahasa Sunda yaitu Uyut yang dapat diartikan leluhur. Istilah ini terbentuk dari kata dasar buyut.

Di kabuyutanlah orang-orang terpelajar itu menulis naskah, mengajarkan ilmu agama, atau memanjatkan doa. Sebagai tempat kegiatan religius, kabuyutan kiranya memperlihatkan salah satu jejak kebudayaan Sundayana di tatar Parahyangan. Kadang-kadang tempat tersebut disebut pula mandala. Bagi para filolog, kabuyutan cenderung diartikan sebagai skriptorium, yaitu tempat membuat dan menyimpan naskah. Kabuyutan Ciburuy, di kaki Gunung Cikuray, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, adalah salah satu contohnya. Kabuyutan ini terletak lebih kurang 20 km di sebelah selatan Kota Garut.

Prasasti Tugu. Foto: wikipedia.org

Candrabhaga dan Gomati

Prasasti Tugu ditemukan di kampung Batutumbuh, desa Tugu, tepatnya pada koordinat 0°06’34,05” BT (dari Jakarta) dan 6°07’45,40”LS yang sekarang menjadi wilayah kelurahan Tugu selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Pada tahun 1911 atas prakarsa P.de Roo de la Faille Prasasti Tugu batu dipindahkan ke Museum Bataviaasch genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) serta didaftar dengan nomor inventaris D.124.

"Selamatan untuk Kali Candrabhaga dan Gomati dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan oleh raja.”

Itulah–kurang lebih– kalimat penutup Prasasti Tugu. Prasasti itu ditemukan di Kampung Tugu, Cilincing, pada tahun 1878. Kala itu, Kampung Tugu masih menjadi bagian Bekasi.Pada tahun 1911, Prasasti Tugu dipindahkan ke Museum Nasional agar aman.

Dari keseluruhan isi prasasti Tugu, ada hal paling menarik untuk diselidiki. Adalah mengenai dibuatnya sungai Candrabhaga dalam waktu 21, disamping dibuatnya Kali Gomati.

Poerbatjaraka, ahli bahasa Jawa kuno dan Sansekerta, menafsirkan bahwa Kali Candrabhaga adalah Kali Bekasi sekarang. Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan.

Sungai Candrabhaga mengalir melalui kraton sebelum mengalir ke laut. Sementara sungai Gomati melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda atau nenek sang raja. J. Ph. Vogel, sejarawan Belanda, pernah menyebut, kata Gomati berarti banyak atau kaya akan sapi. Belum diketahui pasti di mana lokasi Kali Gomati.

Mengatasi banjir


Penggalian Kali Bekasi dan Gomati tersebut diduga merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Selain itu, Kali Bekasi juga dimanfaatkan untuk jalur kapal.

Kali Bekasi dulu dan kini tentu saja lain. Kali Bekasi penuh sampah. Itu bisa terlihat ketika musim kering tiba. Warga Bekasi di bantarannya, kerap membuang sampah sembarangan ke kali. Maka, bukannya mengatasi banjir, Kali Bekasi jutsru menjadi penyebab banjir.

Referensi

  1. Ayatrohaedi. "Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah Panitia Wangsakerta Cirebon." Pustaka Jaya, 2005.
  2. Ayatrohaedi. "Kepribadian budaya bangsa (local genius)" Tahun: 1986. Jakatar: Dunia Pustaka jaya
  3. Danasasmita & Anis Djatisunda, "Studi tentang Penggunaan Ruang dalam Kehidupan Komunitas Baduy Desa Kanekes Kec Leuwidamar Kabupaten lebak banten: Makalah Universitas Indonesia" tahun 1986 Hal. 2-7
  4. Noorduyn, J.  "Bujangga Maniks journeys through Java; topographical data from an old Sundanese source" In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 138 (1982), no: 4, Leiden, Hal. 413-442 Download Naskah pdf
  5. "Menelusuri Jejak Sejarah Bekasi melalui Prasasti Tugu" Klikbekasi.co


Baca Juga

Sponsor