Cari

Mengupas Uga Wangsit Siliwangi: Budak Angon Sudah Ada dan akan ke Lebak Cawene (Bandung)

[Historiana] - Dalam kehidupan sesama, Budak Angon menjelaskan suatu upaya dan proses "penertiban", pembangunan kesadaran, serta pengarahan hubungan antarsesama yang dilandasi cinta dan kasih sayang. Suatu tatanan kehidupan yang lebih berkeadilan. Dalam konteks sosok, pribadi-pribadi­ yang bekerja keras dalam upaya dan proses yang demikianlah disebut Budak Angon. Uga Sangsit Siliwangi telah banyak diketahui oleh orang Sunda. Sosok budak angon yang akan membawa kembali kejayaan "Pajajaran Anyar". Saha ari budak angon? Lain ngangon munding, lain
Ari ngangonna? Lain KEBO, lain EMBE, lain MEONG, lain BANTENG, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun.”
Kalau menggembalanya? bukan kerbau, bukan kambing, bukan, kucing, bukan banteng, tapi daun kering dan kayu tunggul. Yang bersangkutan terus mencari, mengumpulkan yang ketemu. Sebagian disembunyikan, sebab belum waktu dilakonkan. Nanti jika sudah waktu dan masanya, akan banyak yang terbuka dan pada ingin dilakonkan.


Budak angon ini telah hadir dengan membawa indentitas ke-Sunda-an. Kehadirannya banyak ditertawakan dan dihina-dinakan sebagai gaya pikir kolot, ortodoks dan Musyrik. Bahkan banyak yang berani menunjuk hidungya justru datang dari orang Sunda sendiri yang tidak lagi mengenali jati diri Sunda. Ditambah lagi peristiwa ironis, salam Sunda yang sudah mengakar dalam budaya Sunda: kata salam "Sampurasun" dihina-dina-kan.


“Ti dinya loba nu ribut; mimiti ti jero dapur, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gelo marantuan nu garelut, di kokolotan ku budak buncireung! Matakna gareleut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang panglobana; nu teu hawek hayang loba; nu boga hak marenta bageanan” 
Dari sana banyak yang ribut; dari mulai di dalam dapur, dari dapur jadi satu wilayah, dari wilayah jadi satu negara! Yang bodo jadi pada gila membantu yang berkelahi, dipimpin oleh “Budak Buncireung. Makanya pada berkelahi berebut warisan, yang serakah ingin yang paling banyak; yang tdak serakah ingin dapat banyak; yang berhak minta bagiannya.


Para penghina budak angon mengedepankan urusan duniawi; berebut kedudukan, kenikmatan dunia dan berebut harta serta kekuasaan. Mereka berhasil membangun kekuatan dan memunculkan pemimpinnya sebagai hasil persekongkolan mereka yang serakah. Sosok seperti itu diibaratkan sebagai "buta".
"Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!"
Buta-buta kemudian pada masuk, yang berkelahi pada ketakutan, pada takut dituduh yang menyebabkan hilangnya negara. Kemudian mencari “Budak Angon”, yang rumahnya di hilir lubuk sungai (leuwi) yang pintunya setinggi batu yang beratapkan “handeuleum”, yang bertiang “hanjuang". Mereka mencari yang suka berkorban (budak tumbal), seraya mohon bantuan. Tapi budak angon sudah tidak ada (di tempat), sudah bergerak bersama budak janggotan; sudah pergi pindah membuka lahan baru di Lebak Cawene.

Kita garisbawahi: Birit Leuwi. kata "Leuwi" dalam bahasa Sunda mengacu pada bagian dari sunga yang digenangi air karena ceruk di dalamnya. Dalam bahasa Indonesia dan melayu disebut "lubuk". Saya mencoba menerjemahkan Birit Leuwi adalah wilayah atau lokasi yang dimaksud "di birit leuwi' adalah "di sebelah hilir lubuk". Dimanakah Birit Leuwi?

Sebelum menunjuk suatu tempat kita tentukan dahulu dimana sungainya. Sekali lagi saya mencoba menerjemahkan bahwa sungai yang dimaksud adalah sungai Citarum. Citarum berkaitan dengan sejarah Sunda di masa lalu. Citarun mengalir ke suatu tempat yang berupa ceruk luas membentuk genangan raksasa berupa bendungan atau waduk. Saya memberanikan diri bahwa bendungan tersebut adalah "Bendungan jati Luhur". Bendungan ini bisa diartikan sebagai "Leuwi Gede" yang mengacu pada Wangsit sebagai "Leuwi" karena tidak disebutkan ukuran besar atau kecilnya leuwi. Dan, menurut hemat saya, tentu leuwi yang dimaksud harus fenomenal, tidak seperti leuwi yang ada di setiap sungai di Jawa Barat juga di seluruh Indonesia. Menrujuk wangsit Siliwangi, tentu Leuwi dimaksud fenomenal secara ukuran yaitu besar, gede dan bisa disebut Leuwi gede atau bendungan atau waduk. ya itulah Leuwi Gede Jatiluhur atau bendungan atau waduk Jati Luhur.

Lalu, dimana "Birit" leuwi-nya? secara harfiah kata birit adalah "pantat" tetapi juga dapat berarti belakan atau hilir. Jadi Birit Leuwi adalah bagian hilir Leuwi. Jika Leuwi-nya adalah Bendungan Jatiluhur, birit bendungan Jatiluhur adalah bagian hilir bendungan menuju laut jawa. So... dimanakah itu? Kota Puwakarta!

Pantona batu satangtung, pintunya stinggi batu. Apa itu? Kita bisa mengingat bangunan kuno Keraton Pakuan Pajajaran berupa rumah panggung dengan pondasi batu. Menurut perkiraan saya tingginya "satangtung" stinggi badan rata-rata orang Sunda. Artinya pondasi berupa batu sebagaimana bangunan sunda ditinggikan pondasinya dari atas tanah. Mestinya kita mengartikan adanya bangunan dengan gaya Sunda kuno dengan gaya bangunan lama.

Ilustrasi keraton Pakuan Pajajaran
Ketinggian lantai/pintun setinggi badan (satangtung)

Bangunan Modern tipe keraton Pakuan pajajaran
Pendopo Taman Maya Datar di Purwakarta
Dihateupan ku handeuleum ditihangan ku hanjuang, beratapkan "handeuleum" dan bertiang "hanjuang" mengandung arti sesuai dengan kebudayaan Sunda pituin -sunda asli.

Minta bantuan budak angon, tetapi sudah tidak ada di tempat. Bukan berarti tidak ketemu lagi. Budak angon bisa ditemui di tempat lain yaitu di Lebak Cawene. Dimanakah lebak Cawene? Saya menafsirkan bahwa lebak cawene adalah Kota Bandung. Cekungan Bandung secara geologis adalah berbentuk mangkuk atau Cawene. Jadi... Budak angon sudak nyakrawati atau menjabat sebagai prabu di Bandung. Prabu adalah sebutan pimpinan selain pusat kerajaan Pajajaran. Penggunaan Prabu di jaman Sunda Kuno tersemat pada Kepada Desa, Camat, Bupati dan Gubernur. Sedangkan Raja Pajajaran disebut Maharaja dalam bahasa sansekerta atau Tohaan dalam bahasa Sunda. Dengan demikian, saat itu Budak angon telah menjadi di lingkungan ke-Gubernur-an di Bandung untuk propinsi Jawa Barat.

Lebak Cawene = Cekungan Bandung
Gambar dari SlidePlayer.info
Budak angon nyakrawati di Gedung Sate
Beratapkan tiga susun Tritangtu Sunda
Budak angon yang dicari akan bertemu di cekungan Bandung atau lebak cawene yaitu Kota Bandung karena budak angon nyakrawati (menjabat) di Gedung Sate. Budak angon bersama memimpin dengan Budak Janggotan yang mewakili kelompok Islam. "Istana" baru budak angon ini beratapkan tiga susun Tritangtu Sunda.

Istilah Cawene, kita telusuri dari zaman belanda dalam buku "Pleyte, Cornelis Marinus: Vrouwe Kaoeng (Arenga saccharifera Labill) , 1913".Cawene ( Tjawene) istilah yang menyangkut "Tukang Sadap dan Kawung". Lihat dalam lembar halam buku tersebut di bawah ini:

Istilah Tjawene tentang Sadapan Kawung
“Darengekeun!! Jaman bakal ganti deui. Tapi engke, amun gunung Gede anggeus bitu di susul ku tujuh gunung. Genjlong deui sajajagat. Urang Sunda disasambat, urang Sunda ngahampura. Hade deui sakabehanana. Bangunan ngahiji deui. Mangsa jaya, jaya deui; sabab Ratu anu anyar, Ratu Adil sajati. Tapi Ratu saha ? Ti mana asalna eta Ratu?”

Dengarkan!! Jaman akan berganti lagi. Tapi nanti, jika gunung Gede selesai meletus disusul oleh tujuh gunung. Gempa lagi sejejagat. Orang Sunda dipanggil-panggil, orang Sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Bangunan bersatu kembali. Masa jaya, jaya lagi; sebab Ratu yang baru, Ratu Adil sejati. Tapi Ratu siapa? Dari mana asalnya itu Ratu?

Budak Angon Sudah datang

Budak angon munjul dihin pinasti ti gusti ti purwakreta mawa kreta keur urang reya, hirup nanjung. Ditareangan ka tempat asalna, ngan euwuh geus indit ka lebak cawene. Dimana lebak cawene nyaeta Wilayah Cekungan Bandung, kumargi mantena nyakrawati janten Prabu di Pasundan nu kiwari disebut Gubernur Jawa Barat tea. Iraha kajadianana? nya dina taun ieu.. taun 2018.
Bandung adalah cekungan yang dalam bahasa Sunda kuno disebut Cawene mewakili gender perempuan. Istilah cawene mirip dengan dulang tinande. Dulang  tinande diartikan sebagai tumarima papasten ti sang hyang widhi, - menerima takdir dari Tuhan yang Maha Kuasa.

Budak angon sering membahas sadapan gula aren sebagai penanda bahwa kata cawene akan disampaikannya. Kita tunggu saja....
Videonya

Hapunten henteu aca tiasa ngaguar saujratna, masih riri ku bisi, rempan ku sugan. Cag.

Referensi: 

  1. Pleyte, Cornelis Marinus: Vrouwe Kaoeng (Arenga saccharifera Labill), staatsbibliothek-berlin.de
Baca Juga

Sponsor